‘Vampire Academy’: Vampir Dalam Drama Sekolahan
Setelah upaya untuk menjadi manusia normal di dunia nyata, Rose (Zoey Deutch) dan Lissa (Lucy Fry) diseret kembali oleh Dimitri (Danila Kozlovsky) ke St. Vladimir, sekolah khusus para vampir. Selamat datang di dunia yang menurut Rose, “Weird doesn’t even begin to cover it.”
Di dunia ‘Vampire Academy’, vampir terbagi dalam tiga species. Yang pertama adalah Moroi, seperti Lissa, vampir bangsawan yang mampu melakukan sihir seperti mengontrol api, air, udara dan menghidupkan sesuatu dari kematian. Yang kedua adalah Dhampir, seperti Rose, seorang penjaga yang ditakdirkan untuk melindungi vampir kaum Moroi. Dan, yang terakhir adalah Strigoi, vampir jahat yang terbakar matahari dan mengisap darah manusia dan vampir lain.
Tentu saja kembalinya Rose dan Lissa ke St. Vladimir membawa mereka ke dalam dunia yang familiar: gosip-gosip anak SMA, status sosial, siapa yang lebih keren dari siapa, dan latihan untuk menjadi vampir yang keren. Yang membedakan dari sekolah SMA biasa adalah kenyataan bahwa ada sesuatu yang ingin merusak kenyamanan dan kedamaian St. Vladimir. Untuk itulah Rose dan Lissa harus lebih akrab dari biasanya. Tapi, bisakah mereka bertahan sementara teman-teman mereka sendiri bersiap untuk merusak keharmonisan dua sahabat ini?
Empat dari 5 novel young adult yang diadaptasi ke layar lebar hampir selalu berakhir bencana. Sebut saja ‘The Host’, ‘Mortal Instruments’, seri terakhir ‘Percy Jackson’. Tak ada yang sanggup menjadi the next ‘Hunger Games’. Bagaimana dengan yang satu ini? Diangkat dari novel karya Richelle Mead, ‘Vampire Academy’ awalnya menjadi sebuah skenario yang menjanjikan. Namun, pada akhirnya menjadi cautionary tale seperti ‘The Host’ dan kawan-kawan.
Hal pertama yang menjanjikan adalah nama Daniel Waters sebagai penulis skripnya. Bagi penggemar film remaja 80-an atau sempat menjadi fans Winona Ryder, nama Daniel Waters mungkin tak asing. Salah satu portofolio-nya yang paling terkenal adalah film remaja bergenre black comedy, ‘Heathers’. Di tangan Daniel, cerita tentang seorang gadis yang ingin populer dengan membunuhi teman-temannya menjadi sebuah kisah yang tidak saja unik tapi juga relevan. Dari sini, ‘Vampire Academy’ terasa menjanjikan.
Hal berikutnya yang menjadikan ‘Vampire Academy’ sebuah film remaja yang asyik adalah Mark Waters. Bersaudara dengan Daniel Waters, Mark adalah sutradara di balik kegemilangan Rachel McAdams, dan tentu saja Lindsay Lohan, dalam film remaja yang tak lekang oleh waktu, ‘Mean Girls’. Dengan dua nama di balik proyek ‘Vampire Academy’ ini, tentu saja kita bisa berharap bahwa film ini bisa menjadi film remaja yang seru. Namun, sayang yang terjadi adalah sebaliknya.
Secara cerita, Daniel Waters memang berhasil mengantarkan dunia ‘Vampire Academy’ yang mirip hibrida antara seri ‘Harry Potter’ dengan ‘Twilight’. Namun, ia tak menyuguhkan sebuah cerita yang lebih besar daripada sekedar para vampir yang saling cemburu-cemburuan dan menyebar gosip. Adegan klimaks dan motivasi sang penjahat di balik teror yang terjadi di St. Vladimir sama mengejutkannya dengan satu episode Spongebob Squarepants.
Hal ini diperparah dengan begitu banyaknya hal yang sengaja dimasukkan ke film –dengan harapan bahwa hal tersebut bisa dijelaskan di film selanjutnya– namun tak ada korelasi cerita sama sekali dengan plot utama. Meskipun begitu, Daniel Waters belum lupa bagaimana cara membuat dialog yang catchy dan menarik. Seluruh dialog, terutama narasi Rose, adalah hal paling menyegarkan dalam film ini.
Mark Waters, terlepas kegagalannya membuat ‘Vampire Academy’ menjadi film yang thrilling atau misterius, memang masih memiliki bakat untuk membuat adegan-adegan khas anak SMA ala-ala ‘Mean Girls’. Pilihannya memilih Zoey Deutch juga merupakan satu dari sedikit alasan kenapa ‘Vampire Academy’ masih memiliki derajat dibandingkan dengan ‘Mortal Instruments’ yang seperti mimpi buruk. Di tangan Zoey Deutch, karakter Rose menjadi sorotan utama film ini. Tidak hanya kharismatik, Deutch juga begitu luwes dalam menyampaikan dialog yang begitu pedas.
‘Vampire Academy’ adalah film yang ditargetkan bagi gadis-gadis berseragam yang jejeritan mendengar Harry Stiles masih jomblo, atau bagi para penggemar berat serialnya. Bagi Anda yang muak dengan film-film sejenis, ‘Vampire Academy’ sama sekali bukan film untuk Anda. Tapi, bagi Anda yang penasaran bagaimana vampir-vampir menghadapi kejamnya dunia SMA, film ini bisa Anda coba. Tapi selain itu, jangan mengharapkan apa-apa.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
Dwonload : Vampir dalam Drama Sekolahan