Penghargaan atas Ketekunan pada Pengembangan Bioinformatika

Jakarta – Lima belas tahun menekuni bidang informatika membawa Prof. Bens Pardamean ke atas panggung untuk menerima Sarwono Award 2024, Jumat (23/8/2024). Bens merupakan Kepala Bioinformatics and Data Science Research Center atau BDSRC dan NVIDIA Artificial Intelligence Research and Development Center atau AIRDC Universitas BINA NUSANTARA.

Dalam pidato sambutannya di Auditorium Utama Gedung B J Habibie Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bens menuturkan, penelitian bioinformatika membutuhkan waktu yang tidak singkat. Penelitian ini juga membutuhkan sumber daya dari multidisiplin yang tidak hanya berhubungan dengan teknologi informasi, tetapi juga ilmu kedokteran dan ilmu matematika.
”Kunci sukses agar pengembangan ilmu bioinformatika yang didukung oleh teknologi AI (kecerdasan artifisial) adalah keringat yang harus diinvestasikan dari segi waktu. Saya sarankan juga akan pentingnya kolaborasi antarpeneliti agar bisa men-sharing resources (sumber daya),” katanya.

Menurut Bens, sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alat dan teknologi, membutuhkan biaya yang sangat mahal. Dengan adanya kerja sama dari berbagai pusat penelitian, sumber daya yang tersedia bisa dimanfaatkan secara optimal sehingga penelitian bisa dilakukan lebih efektif dengan hasil yang lebih cepat.

Kerja sama A-B-C-G, akademisi-bisnis-komunitas-pemerintah, perlu lebih diperkuat. Apapun riset dan penelitian yang dilakukan, termasuk riset terkait bioinformatika, memerlukan kerja sama dari multipihak tersebut. Kerja sama dari akademisi jangan pula hanya terbatas pada universitas besar, tetapi juga harus melibatkan universitas yang ada di daerah.

Selain itu, kerja sama dengan pelaku bisnis juga amat penting agar hasil penelitian bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan menghasilkan nilai ekonomi tertentu. Penelitian perlu menghadirkan komunitas serta mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.

”Keempat entitas itu harus menjadi bagian daripada kegiatan riset agar riset ini bisa berkelanjutan dan bisa terus dikembangkan,” ucap Bens.

Manfaat ”microgreens”

Memperkuat pemanfaatan bioinformatika yang disampaikan oleh Bens, Guru Besar Bidang Biologi dan Bioteknologi Umum Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi Trina Ekawati Tallei mengungkapkan hasil dari penerapan teknologi bioinformatika dan teknologi omics untuk optimalisasi manfaat microgreen sebagai pangan fungsional. Hal itu disampaikan pada kesempatan yang sama, saat ia memberikan orasi ilmiah dalam Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture 2024.

”Teknologi omics dan bioinformatika dapat memberikan pemahaman mendalam tentang manfaat kesehatan microgreens sekaligus dapat mengidentifikasi dan meningkatkan kandungan nutrisi dari microgreens,” katanya.

Dari riset yang dilakukannya, ia menemukan adanya aktivitas antiinflamasi dan antikanker dari microgreens lobak merah. Microgreens lobak merah terbukti kaya akan senyawa bioaktif, seperti vitamin, mineral, fenolik, klorofil, dan karotenoid. Senyawa-senyawa tersebut dapat meredakan peradangan (inflamasi) dan menghambat sel kanker.

Microgreens atau mikrohijauan merupakan tanaman yang dipanen pada tahap awal pertumbuhan tepat setelah daun sejati pertama mulai muncul. Tanaman ini dipanen sekitar 7-21 hari setelah berkecambah. Berbagai tanaman banyak yang dimanfaatkan sebagai microgreens, seperti lobak, kubis merah, dan bayam merah.

Berbagai penelitian telah menemukan bahwa microgreens memiliki konsentrasi nutrisi penting dan senyawa bioaktif sekitar 4-40 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang dipanen pada usia dewasa.

Sarwono Award dan Sarwono Prawirojardjo Memorial Lecture merupakan kegiatan pemberian penghargaan bagi ilmuwan terkait jasa dan pengabdian serta reputasinya di bidang ilmu pengetahuan. Penghargaan ini diberikan pula atas sumbangsih yang diberikan oleh ilmuwan bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

Biodiversitas

Kepala BRIN Laksono Tri Handoko mengatakan, bioinformatika sangat krusial untuk dikembangkan di Indonesia agar biodiversitas yang dimiliki bisa dimanfaatkan secara optimal. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, baik kekayaan flora, fauna, maupun manusia, di dalamnya belum tereksplorasi dengan baik.

”Masa depan bukan lagi elektronik, tetapi bioengineering (rekayasa hayati) ataupun biosensor (sensor hayati). Dan, ini kesempatan Indonesia karena Indonesia bisa berkompetisi di bidang sebab kita punya local competencies (kompetensi lokal). Jadi, perlu ada penguatan riset dan inovasi di bidang ini,” tuturnya.

Handoko menyampaikan, kekayaan hayati dapat dieksplorasi dengan baik berbasiskan dengan data-data ilmiah. Akan tetapi, ketersediaan data ilmiah terkait jenis-jenis keanekaragaman tersebut yang masih minim. Padahal, tanpa adanya data dan informasi yang lengkap, riset dan pengembangan lebih lanjut tidak bisa dilakukan.

Untuk itu, BRIN kini telah berupaya untuk memperluas riset dan pendataan mengenai keanekaragaman hayati di Indonesia. Tiga kapal riset telah tersedia dengan total sekitar 600 hari layar dalam setahun untuk melakukan penelitian dan riset pada biota laut.

Sementara penelitian dan riset pada biodiversitas di darat tahun ini akan difokuskan pada wilayah Kalimantan. Data biodiversitas di Kalimantan dinilai masih kurang, sedangkan luas wilayah pulau tersebut sangat potensial dengan keanekaragaman hayatinya.

Source: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/08/23/penghargaan-atas-ketekunan-pada-pengembangan-bioinformatika