BINA NUSANTARA MENJADI PERUSAHAAN IDAMAN DI HATI SETIAP ORANG
MENJADI PERUSAHAAN IDAMAN DI HATI SETIAP ORANG
Tak cuma karyawan yang butuh perusahaan berkualifikasi perusahaan idaman (Employer of Choice). Perusahaan pun perlu mencapai level tersebut agar karyawan bekerja produktif-efektif dan mampu menarik hati talenta terbaik.
Adakah orang di era modern ini yang tak memerlukan tempat kerja (Workplace) yang menyenangkan dan membuatnya selalu antusias? Rasanya taka da. Apalagi, kalai ememperhatikan waktu kerja manusia modern saat ini yang secara umum berpola 9 to 5 (terutama di perkotaan). Yang berarti sudah memakan hampir separuh dari jam aktifnya dalam sehari. Bisa dibayangkan bila tempat kerjanya tidak menyenangkan, hari hari sang kaaryawan pasti dilalui dengan perasaan tidak puas (unsatisfied) dan tidak Bahagia (unhappy). Tentu saja, isu mengenai kondisi dan daya dukun lingkungan tempat kerja apakah menyenangkan atau tidak- bukan cuman kepentingan karyawan. Namun, hal itu juga menjadi kepentingan pemilik atau pemimpin perusahaan. Pasaln ya, faktor ini akan berimbas pada cara kerja (proses) dan hasil kerja (output) karyawan. Dilingkungan tempat kerja yang dinilai karyawan tidak menyenangkan dan tidak mendukung. Karyawan mungkin akan bekerja dengan cara kerja seadanya, bisa jadi karyawan tak peduli dengan target yang harus dipenuhi dirinya serta timnya, dan tak mau tahu apakah pelanggan puas atau tidak.
Sebaliknya, di tempat kerja yang enguntungkan dan mendukung, bisa diharapkan karyawan akan serius mengerjakan tugasnya, serta memerdulikasn kualitas hasil kerja dalam kepuasaan pelanggan perusahaan. Ringkasnya, mereka akan bekerja secara produktif dan efektif. Boleh ditebak, mayoritas karyawan akan merasa betah bekerja diperusahaan, bahkan mungkin merasa terikat secara emosional (engaged). Karena merupakan concern karyawan dan dunia korporasi, tema mengenai tempat kerja terbaik ini selalu menjadi perhatian Lembaga riset ataupun publikasi ternama. Sebagai contoh, secara rutin Fortuner Magazine mengeluarkan laporan bertajuk Best Companies to Work for dan merilis daftar 100 perusahaan terbaiknya- yang pada 2019 dipuncaki oleh Hillton, Salesforces, Wegmans Food Markets sebbagai tiga terbaik. Fortuner mengagandeng People analytics firm bernama Great places to work untuk melakukan survei, yang menyatakan bahwaa survei mereka merupakan studi ketenagakerjaan terbesar di Amerika Serikat karena melihatkan lebih 4,3 Juta karyawan.
Publikasi ternama Harvard Business Review juga pernah menujunkan artikel berjudul “Creating the Best Workplace Earth” (Mei 2013), yang membahas ringkasan temuan dan saran dari hasil riset dua akademisi senior, Rob Coffee (Profesor emerius di London Business School dan Gareth Jones ( Profesor di IT Business School , Madrid). Keduanya melakukan riset hingga tiga tahun untuk mencari tahu apa itu “the Organization of your dream” dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dalam kuesioner kepada ratusan eksekutif. Secara rutin majalah SWA juga menerbitkan laporan bertajuk Indonesia Employer of Choice (Yang pada 2019 ini merupakan sajian ke-7). Tentu tak sendiri, melainkan menggndeng firma riset dan perusahaan SDM global Korn Ferry (sebelumnya dengan Haygroup yang kini telah menjadi bagian dari Ferryl. Pada riset kali ini lebih dari 50 ribu karyawan dari 32 perusahaan berpartisipasi. Pada dasarnya, aneka studi/riset yang dilakukan berbagai Lembaga ini berupaya mencari tahu seperti apa karakter dan tempat kerja idaman dan seberapa tinggi capaian perusahaan-perusahaan yang disurvei.
Tentu, setiap Lembaga riset menggunakan ukuran dan pendeketan berbeda. Great place to Work, firma riset mitra Fortune, menyurvei karyawan mengenai pengalaman harian penerapan nilai nilau korporat, kesempatan mengontribusikan ide ide baru, dan tingkat efektifitas para pemimpin perusahaan. Disamping itu, perusahaan riset ini juga meniai program dan kebijakan yang disampaikan oleh responden eksekutif. Adapun pendekatan Korn Ferry adalah dengan mengajukan dua dimensi besar, yakni engagement menunjukkan seberapa mampu perusahaan membangun keterlibatan emosional karyawan. Sementara dimensi enablement menunjukkan kemampuan perusahaan memberdayakan karyawan. Kedua dimensi itu dipengaruhi jumlah faktor/driver. Dalam model yang dikembangkan Korn Ferry, dimensu engagement dipengaruhi faktor-faktor :arahan pemimpin yang jelas. Kepercayaan pada sang pemimpin, perhatian pada mutu dan pelanggan, adanya respek dan penghargaan, peluang karier, dan tentu saja Pay and Benefit. Adapun faktor yang mempengaruhi dimensi enablement, yakni system manajemen kinerja, pemberi otoritas, ketersediaan Sumber Daya, program pelatihan, dukungan kolaborasi, serta struktur dan proses kerja yang berjalan.
Dari framework Korn Ferry, paduan dimensi engagement dan enablement akan mewujud pada efetivitas kerja karyawan (Employee Effectiveness). Inilah yang kemudian dipakai sebagai ukuran atas capaian sebagai employeer of choice dari perusahaan yang di survei. Diantara temuan menariknya, dari beberapa survei terakhir, tingkat enablement perusahaan partisipan survei terus meningkat. Artinya, perusahaan partisipan makin piawai memberdayakan karyawan. Adapun tingkat engagement mengalami naik turun, termasuk yang terakhir ini skornya lebih rendah daari survei tahun kemarin, skor engagement juga secara umum berada dibawah skor enablement. Hasil ini boleh dibaca bahwa tak mudah membuat karyawan merasa engaged meskipun mungkin saja perusahaan telah berupaya keras meningkatkannya. Buat kalangan perusahaan, target yang dikerjar semestinya bukanlah sekedar kebanggan terpilih sebagai perusahaann idaman karyawan. Yang penting, apa dampaknya bagi bisnis. Dalam framework Korn Ferry, efektivitas kerja karyawan memang digambarkan akan berdampak pada kinerja perusahaan, baik berupa kinerja finansial, pertumbuhan bisnis, kepuasaan pelanggan, maupun kemammpuan menarik dan meretensi talenta. Kabar baiknya, perusahaan yang berupaya keras untuk bisa enjadi the best workplace ada kemungkinan akan mencatat kinerja bisnis yang lebih baik. Riset serial yang dilakukan Korn Ferry menunjukkan bahwa perusahaan dengan level engagement dan enablement yang tinggi mampu mencatat pertumbuhan revenue 4.5 kali dibandingkan perusahaan dengan level rendah. Meskipun metodologinya berbeda, riset yang dilakukan Great Place to Work memperlihatkan bahwa perusahaan perusahaan peraih skor tinggi (Top-Performing) mencatat pertumbuhan revenue 5,5 kali lebih tinggi dibandingkan perusahaan perusahaan dengan skor terendah (lowest-scoring).
Lantas, bagaimana agar bisa menjadi perusahaan idaman karyawan? Kalua mengikuti kaidah yang dikembangkan Korn Feery, perusahaan harus membuat level engagement dan enablement. Karyawan meningkat, caranya, etntu saja dengan memperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi kedua dimensi tersebut. Soal pemberdayaan karyawan mungkin tinggal dijalankan intervensi berupa program pemberdayaan, seperti pelatihan dan dukungan sumber daya. Yang lebih sulit adalah bagaimana meningkatkan level engagement karyawan. Survei terkahir Korn Ferry juga memperlihatkan bahwa dari lima faktor yang dinilai terendah oleh responden survei, empat faktor yang merupakan driver dari dimensi engagement.
Banyak pelaku bisnis yang mengakui bahwa di era VUCA dan disrupsi ini makin tak mudah membangun engagement karyawan. Boleh jadi, ini juga ada kaitannya dengan makin dominannya porsi karyawan milenial, yang dikenal secara umum tak mau ebrlama lama disatu perushaan dan ingin mencoba hal hal baru. Selain itu, juga berkembang budaya baru dimana karyawan menginginkan adanya Work-lifee balance. Kabar baiknya lagi, kami melihat makin banyak perusahaan yang sadar akan pentingnya menjadi temapat kerja terbaik. Salah satu buktinya adalah eningkatan jumlah peserta survei Employee of Choice 2019, menurut Stephen Michaud, Partner Korn Fery, pasar (Korporasi) Indonesia makin percaya dan mau menunjukkan hasil riset tentang engagement dan enablement dalam upaya meningkatkan performa organisasi. Dari hasil survei, makin jelas bahwa untuk meningkatkan engagement, perusahaan tak bisa lagi hanya mengiming-imingi karyawan dengan gaji besar. Itu ketinggalan zaman. Perusahaan perlu mengembangkan faktor lainnya yang bisa menjadi pengikat hati karyawan. Disinilah dibutuhkan kreativitas manajemen.Bagusnya, sejumlah perusahaan Indonesia kini telah mengembangkan aneka rupa pendekatan dan program cukup kreatif. Ada yang menawarkan paradigma baru, misalnya BINA NUSANTARA mengkreasikan faktor pay and benefit dengan menawarkan flexible benefits, yang bisa disesuaikan dengan kesukaan karyawan, tentu, masih ada program kreatif lainnya yang belakangan dikembangkan sejumlah perusahaan.
Source : Majalah SWA